Filsafat pragmatisme

  Pragmatis etis seperti John Dewey percaya bahwa beberapa masyarakat telah mengalami kemajuan secara moral dalam cara mereka mencapai kemajuan dalam sains. Para ilmuwan dapat mencari kebenaran hipotesis dan menerima hipotesis, dalam arti bahwa mereka bertindak seolah-olah hipotesis itu ben
ar. Meskipun demikian, mereka berpikir bahwa generasi masa depan dapat memajukan ilmu pengetahuan, dan dengan demikian generasi masa depan dapat memperbaiki atau mengganti (setidaknya beberapa) hipotesis yang diterima. Demikian pula, pragmatis etis berpikir bahwa norma, prinsip, dan kriteria moral cenderung ditingkatkan sebagai hasil penyelidikan .
   Ekologi moral adalah variasi etika pragmatis yang juga mengandaikan bahwa moralitas berevolusi seperti ekosistem , dan oleh karena itu praktik etika harus mencakup strategi yang dianalogikan dengan strategi manajemen ekosistem (misalnya melindungi tingkat keanekaragaman moral). Istilah "ekologi moral" telah digunakan setidaknya sejak tahun 1985 untuk menyiratkan simbiosis di mana kelangsungan hidup setiap pendekatan moral yang ada akan berkurang oleh penghancuran semua pendekatan alternatif. Menurut Tim Dean, bukti ilmiah saat ini menegaskan bahwa manusia memang melakukan beragam pendekatan terhadap moralitas, dan polimorfisme semacam itu memberikan ketahanan manusia terhadap berbagai situasi dan lingkungan (yang menjadikan keanekaragaman moral sebagai konsekuensi alami dari ketergantungan frekuensi seleksi).

   Ethos memiliki makna “anaction that is one’s own”, atau suatu tindakan yang dilakukan seseorang dan menjadi miliknya. Makna ethos semacam ini juga dimiliki oleh kata Latin, “mores”, yang darinya kata “moral” diturunkan. Dengan demikian ethical dan moral sinonim. Etika adalah filsafat moral. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya tali-temali dengan sopan santun. Belajar etiket berarti bagaimana bertindak dalam cara-cara yang santun; sedangkan belajar etika berarti bagaimana bertindak baik. Lapangan etiket berkisar pada tindakan/cara-cara bertindak dari sudut pandang eksternal, dan tidak menyentuh kedalaman tindakan secara utuh. Etika menunjuk pada tindakan manusia secara menyeluruh. Artinya, etika tidak hanya bersoal jawab dengan cetusan tindakan lahiriah manusia, melainkan juga motivasi yang mendasarinya dan aneka dimensi lain yang ikut berpartisipasi di dalamnya. Etika, pendek kata, mengantar orang pada bagaimana menjadi baik. Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai etis bila dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka manusiawi. Jelas bahwa etika itu berurusan secara langsung dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Tingkah laku manusiawi ini bukan tingkah laku yang tidak ada artinya, tetapi yang mengejar nilai-nilai kebaikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenali etika sebagai:
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak serta
                                  kewajiban moral;
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
                                  masyarakat.
  Tampak bahwa etika selalu bertalian dengan nilai-nilai. Apa dan bagaimana etika itu akan dibahas secara lebih mendalam dalam bab yang lebih lanjut. Etika ialah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia (human action). Etika adalah filsafat yang berurusan dengan perbuatan manusia sejauh manusia. Apa yang dimaksud dengan “action”di sini ialah itu yang menunjuk pada terminologi Aristotelian, “praxis”, yang berbeda dengan “theoria” atau spekulasi. “Praxis” ialah tindakan konkret yang langsung berkaitan dengan aktivitas kreatif, produktif, transformatif. Pendek kata, “praxis” (praksis) adalah tindakan yang bukan merupakan theoria (spekulatif). Praksis yang digumuli etika langsung berkaitan dengan tindakan manusia secara keseluruhan dari sudut pandang normatif. Filsafat pragmatisme berkaitan dengan tindakan. Ini dilihat dari arti kata "Pragma" (Yunani)  yaitu perbuatan/tindakan. Beberapa filsuf ini seperti John Locke dan William James mengkajinya dari sudut pandang moral. Bagaimana moral manusia menjadi harapan yang membawa kebaikan pada masa depan yang lebih baik (futuristik), meskipun hidup dalam keadaan atau masa yang serba kekurangan atau kemunduran. James menengahi filsafat yang mendasarkan diri atas fakta (positivistik) dan memperhatikan pada nilai-nilai kehidupan berupa agama dan harapan. 
   Jika dikaitkan filsafat moral dengan COVID-19 maka manusia sendirilah yang membawa dunia lebih baik, teori moral dan futuristik sangat saling terikat satu sama lain (etiket) karena manusia adalah peran utama yang membawa perubahan dunia menjadi lebih baik, semua manusia berkewajiban untuk menyadari manusia lain tentang apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, dengan menggunakan masker, penyemprotan disinfektan, rutin mencuci tangan, social diatancing menekan diagram jumlah positif dan korban jiwa, untuk melakukan penetapan pemerintah ini manusia sebagai makhluk sosial yang kritis wajib untuk menyadarkan manusia lain tentang pandemik ini, walaupun kebenarannya masih belum jelas. Dengan demikian, maka diagram jumlah korban akan terus berkurang dan dunia akan menjadi lebih baik. mengingat pandemi ini adalah kondisi sementara (Temporal) dan ada kemungkinan pandemi ini berakhir, maka kami harus memberikan respon yang kritis terhadap pandemik ini dan menciptakan peradaban yang lebih maju, mengingat virus Corona bukan virus baru bahkan Sampai detik ini virus Corona sudah menyerang sebanyak tiga kali di dunia, yaitu SARS, MERS, COVID-19, dan COVID-19 ini adalah golongan Corona virus yang terkuat saat ini, sehingga jika ada kemungkinan virus ini dapat kembali dan menyerang manusia di masa yang akan datang maka Covid-19 ini akan mengingatkan kembali kita sebagai pembelajaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEIJI RESTORATION

Catatan Pra Perkuliahan Pertemuan Ketujuh ICT dan Media Pembelajaran Sejarah

Produksi kapital